Selasa, 02 April 2013

Kura-Kura Moncong Babi, si Spesies Langka dari Papua

Di Papua dan Papua Nugini, kura-kura moncong babi diketahui hidup di beberapa sungai besar di bagian selatan.

Kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta)

Kelestarian spesies langka, kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta), untuk sementara terselamatkan. Berkat penggagalan penyelundupan 687 kura-kura moncong babi di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Senin (1/4) lalu.

Diduga, spesies yang berasal dari Papua ini akan diselundupkan ke luar negeri. Usaha ilegal ini terkuak setelah paket yang membungkus kura-kura ini pecah.

Kegagalan penyelundupan ini menjadi secercah warta yang menyejukkan. Mengingat spesies yang berpanjang 60 - 70 sentimeter ini hanya ditemui di tiga negara: Indonesia (Papua), Papua Nugini, dan Australia.

Di Papua dan Papua Nugini, kura-kura moncong babi diketahui hidup di beberapa sungai besar di bagian selatan. Namun, seberapa luas wilayah jangkauannya belum diketahui pasti. Karena keunikannya, kura-kura ini diburu secara masif dan menyebabkan IUCN menempatkan mereka dalam kategori "ringkih" pada tahun 2000.

Spesies ini mendapat nama "moncong babi" berkat penempatan lubang hidungnya pada akhir moncong yang mirip sepert batang. Ia memiliki warna abu-abu atau abu-abu agak kecoklatan di bagian atas wajahnya. Dan, putih ke kuning pada bagian bawah wajah.

Kayuhannya agak lebar dengan masing-masing dua cakar. Dibanding cangkang kura-kura lain yang agak keras, cangkang kura-kura moncong babi tertutup kulit lembut. Pejantannya tidak pernah meninggalkan air, sedangkan betinanya hanya pergi dari air jika harus bertelur di tepi sungai.

Kura-kura di Asia, apa pun jenisnya, terkena dampak dari perdagangan internasional. Di mana mereka diburu untuk dimakan, bahan obat tradisional, dan dijadikan peliharaan yang di saat bersamaan habitat mereka hancur karena polusi.

Dikatakan para pakar, meski kura-kura dan penyu sudah bertahan selama 220 juta tahun di Bumi, cangkang kerasnya tidak lagi jadi pelindung yang tepat. "Cangkang bekerja efektif melawan predator alam tapi bukanlah tandingan melawan niat manusia yang ingin memakan mereka," kata Peter Paul van Dijk, Deputi dari Tortoise and Freshwater Turtle Specialist Group (TFTSG).

sumber

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar