Sabtu, 14 Mei 2011

Afterword

Begitulah, kita mesti mengalah. Akhirnya langit toh hanya 1. Musim tak bisa lebih. Kota memaku pintu. Kini anak & lalat melagukan gumam bentuk tarian bayang-bayang, di tengah pasar palawija & kembang kering, meskipun hari malam & subuh masih jauh. Uap bersusun bersama uap. Cahaya terlambat. Sejuta bersin tak terdengar oleh 4 juta bahana.
Dulu ada sisa sebuah taman, di mana kita berdekapan.
Tapi kenapa kini kutemukan alamatku pada terompah itu, aku tak tau. Kenapa kutemukan nomormu pada sebuah ruang tamu, aku juga tak tau. Kurasa kita masih seperti dulu, tapi udara membekas 7 jejak pada rabutku.

Mengapa bertanya masih adakah warna di luar sana?

Ya. Memang pantai masih ada.
Kadang aku bangun pagi-pagi & melihat adakah laut masih mengirimkan ombak nya kemari.
Dan di tepi buih masih merayap, putih, kembali & merayap lagi

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar